Kekecewaan Mendalam di Kotawaringin Barat: Putusan PN Pangkalan Bun Atas Lahan Demplot Dinilai Abaikan Fakta Hukum dan Sejarah
Inews Sampit– Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah, diliputi kekecewaan dan ketidakpercayaan menyusul putusan Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun yang mengabulkan gugatan perdata atas sengketa lahan demplot pertanian di Gang Rambutan, Kelurahan Baru. Putusan yang dibacakan pada 21 Agustus 2025 tersebut digambarkan sebagai pukulan telak bagi upaya pemerintah daerah dalam melindungi aset publik yang ditujukan untuk kesejahteraan petani.
Suasana haru dan tekad untuk melanjutkan perjuangan hukum terpancar jelas dalam konferensi pers yang digelar di Aula Sangga Banua, Kantor Bupati, pada Jumat (22/8/2025). Wakil Bupati Kobar, Suyanto, didampingi Ketua DPRD Kobar Mulyadin dan sejumlah jajaran pemkab, menyampaikan kekecewaannya yang mendalam secara terbuka.
“Kami mewakili pemerintah daerah sangat prihatin. Putusan ini menjadi duka bagi kita semua. Fakta-fakta hukum yang jelas ada justru diabaikan. Bukti yang kami ajukan, baik dari tergugat maupun turut tergugat, tidak dipertimbangkan majelis hakim. Kami sangat sedih,” ucap Suyanto dengan nada yang tegas dan berwibawa.
Akarnya Sangat Dalam: Sejarah Panjang dan Putusan MA yang Diabaikan
Konflik lahan ini bukanlah cerita baru. Suyanto dengan rinci memaparkan kronologi panjang sengketa ini, yang justru menjadi dasar utama kekecewaan pemkab. Menurutnya, kasus dengan objek dan pihak yang sama ini telah berulang kali diajukan oleh ahli waris Brata Ruswanda hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2015.

Baca Juga: Di Tengah Situasi Kamtibmas yang Kondusif, Polsek Hanau Tingkatkan Kewaspadaan Banjir DAS Seruyan
“Ini bukan kali pertama terjadi. Seluruh gugatan mereka waktu itu ditolak. Bahkan, perkara yang sama pernah dilaporkan secara pidana oleh ahli waris. Namun, penyidik menyatakan tidak ditemukan pelanggaran hukum, dan pengadilan juga memutuskan bebas murni kepada kepala Dinas Pertanian saat itu,” jelas Suyanto.
Ini artinya, status hukum lahan tersebut sebenarnya telah memiliki kepastian melalui putusan (Mahkamah Agung), yang merupakan peradilan tingkat terakhir dan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Keberadaan Surat Keputusan Gubernur Kalteng Nomor DA.07/D.I.5/IV-1974 tanggal 26 April 1974 serta berbagai dokumen resmi dari Dinas Pertanian semakin mengukuhkan posisi Pemkab Kobar sebagai pengelola sah atas lahan demplot tersebut.
Pertanyaan besar yang mengemuka adalah: mengapa Pengadilan Negeri Pangkalan Bun mengabulkan gugatan untuk perkara yang substansinya sama dan telah diputuskan oleh pengadilan yang lebih tinggi? Bagi Pemkab Kobar, ini adalah bentuk pengabaian terhadap fakta hukum dan sejarah yang telah terbentuk puluhan tahun.
Lebih dari Sekadar Tanah: Demplot sebagai Pilar Ketahanan Pangan
Suyanto dan Mulyadin berulang kali menekankan bahwa persoalan ini jauh melampaui sekadar sengketa kepemilikan sebidang tanah. Lahan demplot pertanian memiliki fungsi strategis dan nilai sosial yang sangat tinggi.
“Demplot lahan ini harusnya bisa menjadi lahan pertanian yang mendukung program ketahanan pangan, dan membantu mensejahterakan petani,” tegas Suyanto.
Demplot (demonstration plot) adalah lahan percontohan dimana pemerintah mengenalkan varietas unggul, pupuk baru, dan teknik budidaya modern kepada para petani. Keberadaannya adalah jantung dari program pembangunan pertanian. Hilangnya lahan ini bukan hanya kerugian materiil bagi pemda, tetapi merupakan kemunduran bagi upaya memajukan sektor pertanian dan meningkatkan produktivitas petani kecil di Kobar.
Ketua DPRD Kobar, Mulyadin, menegaskan dukungan penuh lembaganya terhadap langkah pemkab. “Hal ini menyangkut kepentingan publik. Jangan sampai aset yang sudah dikelola untuk masyarakat hilang begitu saja karena putusan yang tidak mempertimbangkan fakta hukum. Ini menyangkut kepentingan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat,” kata Mulyadin.
Jalan Panjang ke Depan: Pihak Pemkab Kobar Siapkan Banding
Meski kecewa, Suyanto menegaskan komitmen Pemkab Kobar untuk tetap menghormati putusan PN Pangkalan Bun sebagai sebuah produk hukum. Namun, penghormatan itu tidak berarti mereka berpasrah diri.
“Kami tidak akan berhenti. Ini menyangkut kepentingan masyarakat luas dan Pemkab Kobar akan terus berjuang untuk mengamankan aset tersebut,” tegasnya.
Langkah hukum lanjutan yang akan segera ditempuh adalah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Tujuannya jelas: membalikkan putusan PN Pangkalan Bun dengan membawa serta seluruh bukti sejarah dan yuridis yang selama ini dipegang. Pemkab Kobar juga akan melibatkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan bahkan pemerintah pusat untuk memperkuat posisi hukumnya, mengingat ada SK Gubernur yang menjadi salah satu dasar legitimasi mereka.
Sebuah Pelajaran Hukum dan Tata Kelola Aset
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi banyak pemerintah daerah di Indonesia. Ia menyoroti betapa rapuhnya status aset daerah yang telah dikelola puluhan tahun jika dihadapkan pada gugatan perdata yang, menurut pemkab, mengabaikan putusan pengadilan yang lebih tinggi dan dokumen historis.
Perjuangan Pemkab Kotawaringin Barat masih panjang. Putusan banding nanti akan menentukan nasib lahan percontohan itu dan yang lebih penting, memberikan pesan tentang kepastian hukum dan perlindungan terhadap aset yang diperuntukkan bagi kepentingan publik. Mata masyarakat Kobar, khususnya para petani, kini tertuju pada proses hukum selanjutnya, berharap bahwa fakta dan sejarah suatu hari nanti akan mendapatkan panggungnya yang selayaknya.















