Demi Keadilan dan Kepastian Hukum: Pemkab Kobar Bergerak Luruskan Putusan PN Pangkalan Bun
Inews Sampit– Suasana di Aula Sangga Banua pada Jumat (22/8) terasa tegang namun penuh ketegasan. Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat (Pemkab Kobar) menggelar konferensi pers terbuka yang dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Suyanto. Hadir dalam kesempatan itu Sekretaris Daerah, seluruh jajaran pejabat utama daerah, serta pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Agenda tunggalnya jelas: menanggapi putusan Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun Nomor 17/Pdt.G/2025/PN.Pbu yang dinilai telah “mencederai rasa kebenaran dan keadilan.”
Konferensi pers ini bukan sekadar bentuk kekecewaan, melainkan deklarasi komitmen untuk menegakkan kepastian hukum dan melindungi kepentingan masyarakat luas. Ini adalah sinyal bahwa pemerintah daerah tidak akan berdiam diri atas putusan yang dianggap mengabaikan fakta hukum dan sejarah administratif yang telah berjalan puluhan tahun.
Akar Permasalahan: Pengabaian terhadap Bukti Kuat dan Sejarah
Dalam pemaparannya, Pemkab Kobar secara rinci membeberkan sejumlah bukti dan dokumen kunci yang dianggap diabaikan oleh Majelis Hakim. Poin pertama yang disorot adalah Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor DA.07/D.I.5/IV-1974 tanggal 26 April 1974. SK ini merupakan pijakan hukum pemberian Hak Pakai atas tanah negara bebas.
Yang membuatnya menarik, keaslian dokumen vital ini pernah disaksikan langsung oleh Tarmidzi, seorang staf Tata Usaha Dinas Pertanian Kobar. Namun, dokumen aslinya hilang dicuri dan peristiwa pencurian ini telah dilaporkan secara resmi ke kepolisian. Hilangnya dokumen asli rupanya menjadi titik lemah yang dimanfaatkan, meski Pemkab Kobar menegaskan bahwa keberadaan dan legalitas SK tersebut didukung oleh dokumen pendukung lain yang tak kalah kuat.

Baca Juga: Komitmen Kuat 13 Desa di Kalteng Diuji dalam Monev ke-3 Desa Antikorupsi
Dokumen pendukung itu antara lain:
-
Surat dari Kepala Dinas Pertanian Kobar (saat itu ditandatangani Brata Ruswanda) Nomor 160/Pmd-1/th.74 tanggal 1 April 1974. Surat ini secara formal mengajukan permohonan pemberian Hak Pakai berdasarkan UUPA (UU No. 5 Tahun 1960).
-
Risalah Pemeriksaan Tanah Hak Pakai Nomor SDA.05/D.I.5/IV-74 tanggal 6 April 1974, yang juga ditandatangani oleh Gt. Achmad Y. selaku Kepala Kampung Baru pada masa itu.
Yang penting dicatat, seluruh dokumen pendukung ini justru diperlihatkan di persidangan oleh Turut Tergugat, yaitu Kantor Pertanahan ATR/BPN Kabupaten Kotawaringin Barat. Kehadiran lembaga otoritatif di bidang pertanahan ini sebagai Turut Tergugat yang membawa bukti tersebut seharusnya memberikan bobot hukum yang sangat signifikan, namun lagi-lagi dianggap tidak cukup oleh majelis hakim.
Bukti Kunci dari Kepolisian dan Putusan Lama yang Diabaikan
Pemkab Kobar juga menyoroti bukti lain yang bersifat menentukan: surat dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Nomor B/159/II/Res.1.9/2025/Dittipidum dan Nomor B/161/II/Res.1.9/2025/Dittipidum tertanggal 24 Februari 2025.
Surat ini berisi pemberitahuan penghentian penyidikan karena setelah melalui pemeriksaan laboratorium forensik, sebuah “surat keterangan menurut adat” dinyatakan “non identik” atau palsu. Surat polisi ini dengan tegas menyimpulkan bahwa dokumen adat tersebut tidak dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah, baik dalam perkara perdata maupun pidana. Keberpihakan pada bukti ilmiah forensik dari institusi penegak hukum nasional ini juga dianggap tidak mendapat porsi pertimbangan yang semestinya.
Tidak hanya itu, majelis hakim dinilai mengabaikan prinsip kepastian hukum (rechtszekerheid) dan konsistensi putusan. Pemkab Kobar mengingatkan adanya Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3120K/PDT/2014 tanggal 28 Agustus 2015 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Dalam putusan kasasi tersebut, gugatan para penggugat justru ditolak seluruhnya. Mengabaikan putusan Mahkamah Agung yang telah final adalah sebuah langkah yang dipertanyakan, karena seharusnya menjadi jurisprudensi dan pijakan bagi pengadilan di bawahnya.
Melampaui Kewenangan: Masuk ke Ranah Hukum Tata Usaha Negara
Kritik paling tajam dari Pemkab Kobar adalah tuduhan bahwa PN Pangkalan Bun telah melampaui kewenangannya (ultra vires). Amar putusan pada angka 2, 3, dan 4 dinilai telah memasuki ranah Hukum Tata Usaha Negara (TUN), yang menjadi kewenangan absolut Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangka Raya.
Amar yang dimaksud antara lain:
-
Menyatakan penerbitan SK Gubernur 1974 sebagai perbuatan melawan hukum.
-
Menyatakan SK Gubernur beserta turunannya tidak mempunyai kekuatan hukum.
-
Menyatakan surat keterangan bukti menurut adat (yang secara forensik dinyatakan palsu) sah dan berharga.
Tindakan pengadilan negeri yang membatalkan produk hukum sebuah lembaga eksekutif daerah tingkat provinsi dianggap sebagai sebuah penyimpangan yurisdiksi yang fundamental. Hal ini menciptakan preseden berbahaya bagi tata kelola pemerintahan dan hierarki peraturan perundang-undangan.
Komitmen dan Langkah Konstitusional Ke Depan
Wakil Bupati Suyanto, dengan nada tenang namun berwibawa, menegaskan bahwa sikap ini bukanlah bentuk tidak hormat pada lembaga peradilan. “Kami tetap menaruh hormat yang tinggi pada lembaga peradilan. Namun, di sisi lain, kami juga memiliki kewajiban konstitusional untuk membela kepentingan publik dan menjaga ketertiban administrasi pemerintahan daerah,” tegasnya.
Oleh karena itu, Pemkab Kobar menyatakan akan mengambil langkah-langkah konstitusional yang terbuka dan terukur:
-
Mempersiapkan Upaya Hukum: Berkoordinasi dengan kuasa hukum untuk menyiapkan banding atau upaya hukum lain yang disediakan oleh peraturan perundang-undangan.
-
Memperkuat Koordinasi: Berkoordinasi intensif dengan Kantor Pertanahan ATR/BPN, Kejaksaan, dan Kepolisian untuk menyusun respons yang komprehensif dan berbasis data.
-
Sinergi Eksekutif-Legislatif: Kehadiran Ketua DPRD dan anggotanya menandakan soliditas yang kuat antara dua pilarnya. Ini untuk memastikan seluruh proses berjalan transparan dan mendapat pengawasan dari lembaga perwakilan rakyat.
-
Melindungi Masyarakat: Pemkab Kobar mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan percaya pada proses hukum yang masih berlanjut. Pemerintah daerah berjanji pelayanan publik akan tetap berjalan prima dan komitmen untuk melindungi aset negara serta hak-hak masyarakat tidak akan goyah.
Konferensi pers ini ditutup dengan pesan yang sangat jelas: perjuangan ini adalah demi tegaknya kebenaran dan keadilan atas nama daerah dan seluruh masyarakat Kobar. Pemkab Kobar juga akan mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang telah melaporkannya terkait dugaan tindak pidana, sebagai bentuk perlawanan hukum yang proposional.















